2 Petrus 3:9-13
9 Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat. 10 Tetapi hari Tuhan akan tiba seperti pencuri. Pada hari itu langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala api, dan bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang lenyap. 11 Jadi, jika segala sesuatu ini akan hancur secara demikian, betapa suci dan salehnya kamu harus hidup 12 yaitu kamu yang menantikan dan mempercepat kedatangan hari Allah. Pada hari itu langit akan binasa dalam api dan unsur-unsur dunia akan hancur karena nyalanya. 13 Tetapi sesuai dengan janji-Nya, kita menantikan langit yang baru dan bumi yang baru, di mana terdapat kebenaran.
Saya percaya dengan sepenuhnya kepada Tuhan Yesus Kristus; Dia adalah Tuhan dan Firman-Nya pasti digenapi. Langit dan bumi ini yang kita tempat tempati sekarang sedang lenyap, tetapi Firman Allah akan tetap, kekal untuk selamanya. Amin!
21/11/07 19:17
Jakarta (ANTARA News) – Tiga perempat atau 75-80 persen bencana alam di bumi merupakan bencana yang terkait dengan iklim, seperti banjir, badai, penyakit, kekeringan, hingga longsor, kata Peneliti Senior pada Center for International Forestry Research (Cifor) Daniel Mudiyarso. “Dari grafik jumlah bencana alam yang tercatat sejak 1900 hingga 2003, bencana yang bersifat `hydro-meteorological` melonjak tajam pada dekade terakhir, jauh dibanding bencana biological yang naik namun sedikit atau bencana geological yang konstan,” kata Daniel di depan lebih dari 600 ilmuwan yang menghadiri Kongres Ilmu Pengetahuan (Kipnas) IX di Jakarta, Rabu. Sebanyak 33 persen bencana, ujarnya, merupakan bencana banjir, disusul badai 23 persen, kekeringan 15,2 persen, penyakit 15,2 persen, juga longsor 4,5 persen. Bencana gempa dan tsunami yang tak ada kaitannya dengan iklim hanya tujuh persen. Kerugian akibat bencana alam tercatat mencapai 140 miliar dollar AS pada 2004, tambahnya. Peningkatan frekuensi bencana alam yang tajam, katanya, baru terjadi pada sekitar tahun 1990-an yakni mencapai 2.800 kejadian per dekade, sementara pada 1940-an hanya sekitar 100 kejadian per dekade.
“Dampak perubahan iklim terhadap kehidupan sosial ekonomi manusia sudah tak terbantahkan lagi. Karena itu Indonesia sebagai negara yang rawan bencana dengan kapasitas adaptasi yang rendah perlu mempersiapkan diri,” katanya. Ia menambahkan, sebagai negara kepulauan, pulau-pulau Indonesia juga sangat rentan tenggelam, khususnya terkait prediksi yang menunjukkan pemanasan atmosfer dan lautan telah menyebabkan pencairan es kutub serta meningkatkan tinggi muka laut.
Penyebabnya sejak 1970 emisi gas rumah kaca (GRK) telah meningkat 70 persen dan konsentrasinya sekarang menjadi 350 ppmv, atau telah melampaui variasi perubahan alamiah selama 650 ribu tahun terakhir. Dalam satu abad ke depan peningkatan suhu rata-rata global akan mencapai 1,1-6,4 derajat Celcius dan tinggi muka laut 18-59 cm, ujarnya.
Copyright © 2007 ANTARA
Recent Comments